DHARMA
WACANA
IMPLENTASI
AJARAN TRI HITA KARANA DALAM KEHIDUPAN
OLEH
:
I Nyoman Juliana
Om Swastyastu,
Pada hari yang berbahagia ini saya
ingin menyampaikan sedikit ulasan tentang” Tri Hita Karana”. Tri Hita Karana
merupakan suatu konsep atau ajaran dalam agama hindu yang selalu menitikberatkan
bagaimana antara sesama bisa hidup secara rukun dan damai. Tri hita karana bisa diartikan Secara
leksikal yang berarti tiga penyebab kesejahteraan. Yang mana Tri yang artinya
tiga, Hita yang artinya sejahtera, dan Karana yang artinya penyebab. Adapun
tiga hal tersebut adalah parhayangan, pawongan, dan palemahan. Konsep Tri Hita
Karana muncul berkaitan dengan keberadaan desa adat di Bali. Hal ini disebabkan
oleh terwujudnya suatu desa adat di Bali bukan saja merupkan persekutuan daerah
dan persekutuan hidup atas kepentingan bersama dalam masyarakat, namun juga
merupakan persekutuan bersama dalam kepercayaan memuja Tuhan. Dengan kata lain
bahwa ciri khas desa adat di Bali harus mempunyai unsur wilayah, orang-orang atau
masyarakat yang menempati suatu wilayah serta adanya tempat suci untuk memuja
Tuhan.
Pembagian ajaran Tri Hita karana
meliputi;
1. Parhayangan
Parhyangan berasal dari kata hyang yang artinya Tuhan. Parhayangan
berarti ketuhanan atau hal-hal yang berkaitan dengan keagamaan dalam rangka
memuja ida sang hyang widhi wasa. Dalam arti yang sempit parhyangan berarti
tempat suci untuk memuja tuhan.
Menurut tinjauan Dharma
susilanya, manusia menyembah dan berbhakti kepada tuhan disebabkan oleh
sifat-sifat parama (mulia) yang dimilkinya. Rasa bhakti dan sujud pada tuhan
timbul dalam hati manusia oleh karena sanghyang widhi maha ada, maka kuasa,
maha pengasih yang melimpahkan kasih dan kebijaksanaan kepada umatnya.
Kita Sebagai umat yang beragama yang
bernaung dibawah perlindungannya sangat berutang budi lahir bhatin kepada
beliau. Dan utang budhi tersebut tak akan terbalas oleh apapun. Karena hal
tersebut diatas, maka satu-satunya dharma/susila yang dapat kita sajikan kepada
beliau hanyalah dengan jalan menghaturkan parama suksmaning idep atau rasa
terima kasih kita yang setinggi-tingginya kepada beliau.
Adapun contoh implementasi rasa
syukur kita kepada tuhan adalah dengan jalan :
a) Dengan
khidmat dan sujud bhakti menghaturkan yadnya dan persembahyangan kepada tuhan
yang maha esa).
b) Berziarah
atau berkunjung ketempat-tempat suci atau tirta yatra untuk memohon kesucian
lahir dan bhatin
c)
Mempelajari dengan sungguh-sungguh ajaran-ajaran
mengenai ketuhanan, mengamalkan serta menuruti dengan teliti segala
ajaran-ajaran kerohanian atau pendidikan mental spiritual. Dalam Bhagawadgita
dikatakan bahwa :
“Satatam kirtayatom mam
Yatantas ca drsha vrtatah
Namasyantas ca mam bhatya
Ni tyayuktah upsate”(IX.14)
Yang artinya adalah :
Berbuatlah selalu hanya untuk memuji-Ku dan lakukanlah tugas pengabdian
itu dengan tiada putus-putusnya. Engkau yang memujaku dengan tiada
henti-hentinya itu serta dengan kebaktian yanbg kekal adalah dekat dengan-Ku.
Disamping itu rasa bhakti kepada
ida sanghyang widhi wasa itu timbul dalam hati manusia berupa sembah,
puji-pujian, doa penyerahan diri, rasa rendah hati dan rasa berkorban untuk
kebajikan. Kita sebagai umat manusia yang beragama dan bersusila harus menjunjung
dan memenuhi kewajiban, antara lain cinta kepada kebenaran, kejujuran, keikhlasan,
dan keadilan.
Dengan demikian jelaslah
begaimana hubungan antara sanghyang widi dengan manusia. Hubungan ini harus
dipupuk dan ditingkatkan terus kearah yang lebih tinggi dan lebih suci lahir
bhatin. Sesuai dengan swadharmaning umat yangb religius, yakni untuk dapat
mencapai moksartam jagad hita ya ca itri dharma, yakni kebahagiaan hidup
duniawi dan kesempurnaan kebahagioan rohani yang langgeng (moksa).
2.
Pawongan
Pawonan
berasal dari kata wong (dalam bahasa jawa) yang artinya orang. Pawongan
adalah perihal yang berkaitan dengan
orang dalam satu kehidupan masyarakat, dalam arti yang sempit pawongan adalah kelompok manusia yang
bermasyarakat yang tinggal dalam satu wilayah.
Pada mulanya
Tuhan yang lebih dulu menciptakan bhuwana atau alam, maka munculah palemahan,
setelah itu barulah beliau menciptakan manusia beserta mahluk hidup lainya.
Setelah manusia berkembang dan menghimpun diri dalam kehidupan bersama dan
mendiami suatu wilayah tertentu maka muncullah masyarakat yang disebut dengan
pawongan.
Selain menyelaraskan hubungan atman dengan
paramatman atau hubungan manusia dengan tuhan, kita sebagai mahluk sosial juga
harus membina hubungan dengan sesama Manusia dan mahluk lainya. Yang dimaksud
dengan hubungan antar manusia dan mahluk lain ini adalah hubungan antar anggota
keluarga , masyarakat, antara anak, suami dan istri dan lainnya. Hubungan
manusia dengan mahluk lainya hendaknya dapat menciptanya suasana rukun, harmonis,
dan damai serta saling bantu membantu satu sama lain dengan hati yang penuh
dengan cinta kasih. Yang mana kasih merupakan dasar kebajikan. Kasih muncul
dari dalam kalbu yang merupakan alam paramatman, yaitu lama ananda
(kebahagiaan).
Dalam manu smerti II,138 disebut :
“satyam bruyat priyam bruyam
na bruyam satyam, priyam
canartam, bruyat esa dharmah sanatanah”
yang artinya:
berkatalah yang sewajarnya jangan mengucapkan kata kata yang kasar.
Walaupun kata-kata itu benar, jangan pula mengucapkan kata-kata lemah lembut
namun dusta. Inilah hukum susila yang abadi(sanatana dharma).
Perilaku yang baik adalah dasar
mutlak dalam kehidupan sebagai manusia, karena dengan berbuat susila manusia
dapat meningkatkan taraf hidupnya baik di alam sekala maupun di alam niskala.
3.
Palemahan
Palemahan berasal dari kata
lemah yang artinya tanah. Palemahan juga berati bhuwana atau alam. Dalam artian
yang sempit palemahan berarti wilayah sutu pemukiman atau tempat tinggal.
Manusia hidup dimuka bumi ini
memerlukan ketentraman, Kesejukan, ketenangan dan kebahagiaan lahir dan bhatin.
Untuk mencapai tujuan tersebut manusia tidak bisa hidup tanpa bhuwana agung
(alam semesta). Manusia hidup di alam dan dari hasil alam. Hal inilah yang
melandasi terjadinya hubungan harmonis antara manusia dengan alam semesta ini.
Untuk tetap menjaga keseimbangan dan
keharmonisan alam, umat Hindu melaksanakan upacar tumpek uye (tumpek kandang),
yang bertujuan untuk menjaga kelestarian hidup binatang dan melaksanakan
upacara tumpek wariga (tumpek bubuh) untuk melestarikan tumbuh-tumbuhan..
Demikianlah penjelasan mengenai
pembagian dari tri hita karana tersebut. Arti penting ajaran Tri hita karana
ini merupakan ajaran agama hindu yang universal. Ajaran tri hita karana
mengarahkan manusia untuk selalu mengharmoniskan hubungan manusia dengan sang
pencipta, manusia dengan alam semesta, dan hubungan manusia dengan alam semesta
atau lingkunganya.
Arah dan sasaran dari tri hita
karana adalah mencapai mokrastham jagad hita ya ca iti dharma, yakni
mencapai kebahagiaan lahir dan bhatin sehingga dengan keharmonisan maka
tercapailah kebahagiaan yang merupakan tujuan akhir dari agama hindu yakni
bersatunya atman dengan paramatman.
Implementasi Ajaran Tri Hita Karana Dalam Rumah Tangga
Berbicara kebahagiaan atau
mengenai Tri Hita Karana tidaklah bisa dipisahkan antara pawongan, palemahan
dan parahyangan sebab antara satu dan yang lainya saling keterikatan yang mana
implementasi ketiga ajaran tersebut menentukan kebagaiaan manusia dan alam
semesta ini sebab dalam Tri Hita Karana tidak saja hubungan antara manusia
saja, melainkan hubungan dengan alam dan tuhan pula diajarkan.
Implementasi Tri Hita Karana
sesungguhnya dapat diterapkan dimana dan kapan saja dan idealnya dalam setiap
aspek kehidupan manusia dapat menerapkan dan mempraktekan tri hita karana ini
yang sangat sarat dengan ajaran etika yakni tidak saja bagaimana kita diajarkan
bertuhan dan mengagungkan tuhan namun bagaimana srada dan bhakti kita kepada
tuhan melalaui praktik kita dalam kehidupan sehari-hari seperti mengahargai
antara manusia dan alam semesta ini yang telah memberikan kehidupan bagi kita.
Dalam kehidupan sehari-hari
setiap manusia selalu mencari kebahagiaan dan selalu mengharapkan agar dapat
hidup secara damai dan tentram baik antara manusia dalam hal ini tetangga yang
ada dilingkungan tersebut maupun dengan alam sekitarya. Hubungan tersebut
biasanya terjalin dengan tidak sengaja atau secara mengalir saja terutama
dengan manusia namun ada juga yang tidak memperdulikan hal tersebut dan cenderung
melupakan hakekatnya sebagai manusia sosial yang tak dapat hidup sendiri. Dalam
kehidupan manusia, segala sesuatu berawal dari diri sendiri dan kemudian
berlanjut pada keluarganya. Dalam keluarga, manusia akan diberikan pengetahuan
dan pelajaran tentang hidup baik tentang ketuhanan ataupun etika oleh orang tua
atau pengasuh kita (wali), dan beranjak dari hal tersebut pula orang tua secara
perlahan menanamkan nilai-nilai keagamaan dalam tubuh dan pikiran setiap
anak-anaknya melalui praktik maupun teori. Begitu pula halnya dengan pendidikan
atau pemahaman tentang tri hita karana itu sendiri, secara sadar maupun tidak
sadar hal tersebut atau nilai-nilai ajaran tersebut sudah ditanamkan oleh orang
tua melalui praktik kepada anak-anaknya seperti mengajarkan anaknya untuk
mebanten saiban. Memang hal ini manpak sepele namun jika kita mampu mengkaji
lebih dalam sesungguhnya hal ini mengandung nilai pendidikan yang sangat tinggi
meskipun orang tua kebanyakan tidak mampu menjelaskan secara logika dan benar
makna dari tindakan tersebut.
Selain hal tersebut diatas masih
banyak hal terkait implementasi tri hita karana yang dapat dilakukan dalam
kehidupak keluarga, seperti mebanten ketika hendak melakukan suatu kegiatan
seperi membuka lahan perkebunan yang baru. Hal ini jika dikaji tidak hanya
penghormatan kepada alam namun penghormatan kepada tuhan melalui tindakan yang
secara kasat mata meminta ijin beliau untuk memakai alam tersebut untuk
kebutuhan manusia. Interaksi manusia dengan alam dan Tuhan yang nampak pada
kegiatan tersebut hampir tidak pernah diperbincangkan oleh manusia dan
menganggap hal tersebut sebagi hal yang biasa, namun demikianlah umat hindu
mengimani ajaran Tri Hita Karana yang mana implementasinya sendiri terkadang
dilakukan secara tidak sengaja namun mengena pada sasaran.
Mengenai hubungan manusia dengan
sesam (pawongan), ajaran tri hita karana nampak pada upacara manusia yadnya
misalnya upacara otonan yang mana yang dilakukan untuk memperingati hari
kelahiran kita dan bersyukur kepada
tuhan karena telah dilahirkan. Ajaran Tri Hita Karana tidak bisa diterapkan
dalam satu bidang saja namun ada keterkaitannya dengan yang lain seperti contoh
diatas, tidak saja untuk manusia dilakukan upacara tersebut namun ditujukan
pula kepda tuhan. Demikian mulianya huhungan yang diajarkan tri hita karana
pada manusia yang selalu menekankan kepada manusia agar selalu ingat bahwa kita
didunia ini tidaklah hidup sendirian, ada tentangga dalam hal ini manusia lain
yang kita butuhkan sebagai mahluk sosial, ada alam yang memberi kita berkah
agar bisa meneruskan hidup dan ada tuhan sebagai pencipta kita. Sehingga kita
senantiasa harus menjaga hubungan tersebut agar terjadi keseimbangan dalam
hidup ini. Demikianlah contoh secara gamlang yang dapat diuraikan selain masih
banyak lagi contoh lain yang terkait mengenai hal tersebut yang mana bisa
dimulai dari lingkungan rumah tangga atau lingkungan keluarga, sebab dalam
keluarga banyak memberikan edukasi yang tinggi tentang nilai-nilai serta konsep
ketuhanan, sehingga dari padanya hendaknya kepada anak diberikan hal itu sedini
mungkin.
Demikianlah sedikit ulasan yang
dapat saya sampaikan pada hariyang berbahagia ini.
Semoa apa yang
di saya jelaskan tadi dapat diterapkan dalam kehidupan kita supaya tercipta
suatu keadaan yang harmonis, tentram dan damai.
Om santhi, santhi, santhi om.